Monday, 25 June 2012

Hubungan Tuhan Dengan Alam

Manusia secara naluriah percaya adanya Tuhan sebagai zat maha kuasa yang mengatur alam semesta. Petir misalnya, disebabkan oleh amarah Tuhan tertentu. Terjadinya tsunami dimaknai sebagai tindakan yang dilakukan Tuhan untuk memperingatkan umat tertentu agar tidak berbuat dosa. Bayi yang lahir dengan kondisi cacat dipandang sebagai hukuman Tuhan pada orang tuanya. Asosiasi antara gejala alam dan Tuhan sangat erat dari dahulu.

Asal usul keyakinan pada Tuhan tampaknya dari usaha menjelaskan pengalaman manusia tentang hal-hal baru dan peristiwa-peristiwa yang diluar kebiasaan alam (bencana alam misalnya). Tuhan ada sebagai pengisi celah atas hal-hal tersisih dan abnormal di alam. Kemunculan Tuhan diawali dengan usaha menjelaskan ketidakteraturan dan kejadian yang bersifat kebetulan.

Karena Tuhan dikonsepsikan oleh manusia dan ketika dipercaya oleh mayoritas orang dalam masyarakat, maka masuklah konsepsi Tuhan ke dalam politik. Dari sini lahirlah magi, sebuah usaha untuk menggunakan “Tuhan” untuk meraih kekuasaan. Dengan adanya magi, manusia merasa mampu memanipulasi alam. Durkheim mencontohkan ritus-ritus seperti merubah arah angin, memaksa turunnya hujan, atau bahkan menghentikan gerak matahari. Dari magi inipun berkembanglah agama dimana Tuhan dan hukum disatukan untuk memberikan rasa aman dan menghubungkan manusia dengan kekuatan di luar alam. Hal ini mungkin datang dari kesadaran kalau manusia sendirian tidak mampu menghadapi alam. Mereka membutuhkan agen yang mengatasi alam tersebut. Dengan adanya agen ini, Tuhan, manusia yang beriman mampu menciptakan mukjizat. Mukjizat para nabi misalnya, pada dasarnya merupakan gambaran superioritas manusia untuk menghadapi alam yang dipandang begitu kuat. Dengan adanya personifikasi pada alam, muncul gagasan untuk menyatukan keseluruhannya ke dalam sebuah semesta. Pada gilirannya membawa pada agama-agama besar yang lebih universal dalam memandang alam dan membawa pada konsepsi monoteisme.

Seiring berjalannya waktu, orang mulai merasa tidak puas dengan penjelasan Tuhan, apalagi bila penjelasan tersebut erat kaitannya dengan kekuasaan. Suatu gejala alam tampaknya terjadi begitu saja dan selalu begitu. Sebagai contoh, Aristoteles bicara kalau batu selalu jatuh ke bawah ketika dilempar. Ada sebuah aturan yang tidak dapat dilanggar walau bagaimanapun di alam ini. Dengan asumsi yang disebut determinisme ini, orang mulai mencari penjelasan hukum atau mekanisme alam, sebuah penjelasan yang tidak lagi memerlukan agen Tuhan sebagai penyebab peristiwa alam tersebut terjadi. Hal ini diperkuat lagi mengenai isu keadilan dan kejahatan yang muncul dari para pemikir ketika dihadapkan dengan argumen sebab Tuhan.


No comments:

Post a Comment