Etty **** (edited), umurku saat itu hampir 35 tahun, dan 2 bulan terakhir setelah waktuku di pengadilan untuk mengurus perceraian dan perebutan harta. Ida masih di SMP kelas 1, untunglah sekolahnya pintar dan selalu dapat beasiswa, saat itu uang merupakan komoditas yang langka. Sungguh yang amat melelahkan dan tidak perlu sebetulnya, karena aku bukanlah orang yang gila harta, aku punya usaha sendiri, kelima kamar di paviliun samping dan belakang sudah terisi penuh dengan mahasiswa yang belajar di kota ini, apalagi aku tak perduli atau mementingkan materi dengan hidup sederhana.
Minggu pagi ini aku bangun pertama kali dengan senang karena semua sudah berakhir dan tak usah dipikirkan lagi. Dua bulan sudah aku tidak menikmati kebutuhan badan karena tiap hari boleh dikata berakhir di kantor pengacaraku, untung Mbak Maureen itu mengerti sekali problema rumah tangga yang menghimpit itu. Dia akhirnya menjadi teman dan penasihat yang tangguh banyak sekali menolongku.
Sambil meregangkan badan aku melepas selimut dan aku merasakan sentuhan kain satin dasterku di puting buah dadaku dan entah kenapa rasanya nikmat dan merinding kulitku dibuatnya. Terasa putingku membesar dan keras. Cepat aku pergi mandi di shower, aku mandi air dingin. Air membuat kesegaran tersendiri dan aku merasa vaginaku merebak terkena air sejuk yang mengalir mengenai klitorisku. Kulitku meremang dan uhhh... aku tiba-tiba sadar bahwa aku menginginkan batang panas untuk mengisi lubang nikmatku. Ahhh... dua bulan tanpa garukan-garukan di situ. Lagi di tengah urusan itu kok tidak selera sekali ya.
Aku pakai handuk melilitkan di badanku dan menyisir. Dari jendela kamarku yang di atas ini aku bisa melihat ke bawah dan Andi sedang mencuci motornya, ahh... keponakan jauhku (dari sisi sex-ku) itu memang rajin. Walau dia sibuk dengan kuliahnya di kedokteran dia suka dan rajin mengurus kebun luas di rumah ini juga. Tiba-tiba ia ke belakang pohon dan membuka celana pendeknya, mau kencing! Aku berhenti menyisir dan mengamati, astaga besar benar batang penisnya. Ia tak sadar ada yang meperhatikan dan diguncang-guncangnya menghabisi sisa urine-nya dan terasa kakiku melemah, lututku gemetar setelah 2 bulan tidak melihat penis lelaki. Aku cepat ganti daster tipis pendek, BH dan CD tak sempat lagi kukenakan, dan nafasku menderu berlomba dengan nafsu yang sudah tak tertahan lagi geloranya.
Kubuka jendela dan...
"Andi, tolong Mbak ya..." teriakku agak keras penuh rencana.
"OK, Mbak Myr..." sahutnya.
"Ini tolong dong ambilkan tas merah kecil di atas lemari tinggi itu, bawa tangga kecilnya Di."
Andi cekatan naik sambil memperhatikan pakaianku yang pendek menerawang, pahaku yang putih terlihat hampir sampai ke atas. Tapi ia tak berani langsung melihatnya. Aku tersenyum dan Andi naik ke atas tangga. Dicarinya di antara tas dan koper di atas (memang tidak ada ), dan...
"Yang mana sih Mbak koq tidak ada?"
"Masa sih tidak ada, coba Mbak yang naik, pegangin lho tangganya, Mbak takut jatuh."
Aku naik ke anak tangga yang atas dan Andi memegang sisi tangga. Dan mulutnya segera ternganga karena ia bisa melihat aku karena daster mini dan tanpa mengenakan CD. Aku pura-pura tak tahu dan sibuk mencari-cari di atas.
Aku naik satu anak tangga lagi dan melebarkan kedua kakiku di tangga dan membungkuk ke arah lemari sehingga Andi jelas bisa melihat semua itu dan dari sudut mata kulihat Andi terbelalak.
"Lihat apa Andi?" tegurku.
Ia malu dan menundukkan kepala.
"Mmaa.. aaff... Mbak Myr..."
Aku geli melihat ia tersipu-sipu.
"Lha kamu kan sudah biasa di sekolah lihat yang gini kan"
"Wah... tapi Mbak Myr..."
"Tapi apa... ayoo..."
Aku turun lagi satu anak tangga. Lututku lemas sekali dan gelora nafsuku sudah menggelegak rasanya
"Mau lihat lagi Andi?" tantangku.
Andi terkejut dan parau ia berkata,
"Bbbolehh Mbak?"
Kutarik sedikit rok dasterku, pahaku yang putih dan berbulu halus sekali tersingkap dan bibir vaginaku pas di depan mulutnya.
"Ndi..." desahku, "Pernah mencium ginian tidak?"
"Bbbeelumm..." gemetarnya.
Suaranya tambah parau karena mulutnya terasa kering. Tiba-tiba aku tertawa karena dari sisi atas celana pendeknya mendesak keluar kepala penisnya, rupanya ia tak mengenakan celana dalam.
"Ini sih gara-gara Mbak Myr, aku jadi malu deh..."
Dia sudah tak kuat lagi dan disergahnya bibir vaginaku. Aku cepat mendekap kepalanya dan "Ssshhh... ahhh... Andi cium terus Ndi... Mbak ingin sekali..." Andi mencium kedua tepi bibir dan lidahnya mencari-cari dan menari-nari di atas tepi bibir vagina. Klitorisku yang sebesar kacang merah mengeras dan keluar dari ujung atas vaginaku dan "Ahhh... ahhh..." lidah Andi terasa melewati dan kasap sekali seperti amplas. Aku sudah tak kuat lagi dan nafasku menderu-deru bak angin puyuh. Andi mendekap pantatku dan diangkatnya aku dari tangga. Dasar anak muda kuat sekali, dia menggendongku dalam posisi demikian. Aku pun tak takut jatuh lagi, pikiranku nanar menikmati sedotan mulutnya.
Dibawanya aku keranjang besar dan direbahkannya lembut di sana. Sambil jalan tadi mulutnya tak lepas dari vaginaku yang sudah kuyup dengan cairanku. Akhirnya dalam 2 menit aku menjerit, "Aaauhhh..." dan kutekan dengan pinggangku dan kulipatkan pahaku di sisi kepalanya dengan kuat. Mulut Andi menyedot kencang di klitorisku dan meletuslah orgasmeku yang pertama sejak 2 bulan ini. Mataku berkaca-kaca dan nanar. "Andi... Andi... enakkk... enakkk sekali... terus... terus... Ndi..." keluhku. Kulihat Andi pun terengah-engah, "Mbak... Mbak... tolong lepas dong pahanya, Andi hampir tidak bisa nafas nih..." Kulepaskan kempitan pahaku dan segera kududuk bersimpuh di ranjang dan kutarik dasterku ke atas, terpana Andi melihat buah dadaku masih keras dan berdiri dengan sedikit pongah dalam ukuran 38C.
Diulurkan secara pelan tangannya takut-takut, langsung kusambar dan kuletakkan di atas putingku, segera diremas-remasnya bak tukang roti meremas-remas adonan terigu. Putingku terasa tertekan di telapak yang kasap sekali dan seketika nanar kembali pandanganku. Mataku berkaca-kaca. Nikmatnya langsung seperti listrik mengalir spontan ke arah vaginaku yang baru saja orgasme. Kutarik, kutindih si Andi dan sambil menarik ke bawah celana pendeknya, dan wess... batang penisnya yang sudah keras sekali terpental kena pipiku. Di ujungnya terlihat cairan bening tanda ia sudah benar-benar bernafsu sekali. "Aduh... aduh... Mbak... aku tidak kuat lagi.. mau keluar..." Aku terperanjat karena lupa bahwa anak muda seperti Andi belum bisa tentunya menguasai diri. Cepat kukulum kepala penisnya dan kusedot sambil kumasukkan sampai hampir ke belakang mulutku. Perlahan kugerakkan kenyotan dan lidahku terputar-putar di sekeliling kepala penisnya. Andi terguncang di ranjang dan mengejang, terasa menahan geli enak dan dalam 1 menit meledaklah mani dari buah zakarnya yang kuelus-elus. Telapak tanganku yang satu meraba daerah antara zakar dan pantatnya, dan Andi tambah nikmat mengeluarkan orgasmenya. Wah maninya banyak sekali dan memenuhi mulutku.
Aku ingat pesan Mbok Inem pembantuku bahwa mani itu adalah protein sumber awet muda. Aku telan semua mani Andi tak bersisa sedikitpun, kupijat batang penisnya yang masih keras itu sampai akhirnya bersih semua. Kukeluarkan penisnya dan kelihatan berkilat merah darah tua gundulnya itu. Berkilap-kilap basah. "Aduhhh... luar biasa enak sekali Mbak, maaf ya saya tidak kuat lagi..." Matanya sayu dan masih sambil menikmati ketelanjanganku. Aku menerkamnya dan memeluknya dan buah dadaku terasa kempes di atas dadanya yang keras. Andi memerah wajahnya karena kemesraan yang kulakukan. Di pahaku terasa penisnya mulai mengeras lagi, aku geli merasakannya, segera membesar... membesar... dan kuremas lagi dengan tanganku. "Tuh Andi, apa itu tuh...? Tidak apa kamu keluar tadi itu normal, sekarang mulai mekar lagi tuh..."
Vaginaku kuletakkan di atas batang penisnya dan... "Lihat nih Andi..." Aku mulai menggosok- gosokkan dan menggeser-geser ke atas dan ke bawah dengan mulut bibir vaginaku di atas batang penisnya. Terasa rambut kemaluannya menggelitik ke bibir vagina dan ke batang panas itu. Andi ternganga dan tergagap-gagap menyaksikan dan di depan matanya berayun-ayun buah dadaku, ia masih tak percaya apa yang sedang terjadi. "Ndi, remas-remas buah dadaku lagi dong..." keluhku keenakan menggosok vagina itu. Kuarahkan klitorisku dan terasa belakang kepala penisnya menggaruk-garuk, enaknya tak terkira nikmatnya. Cairan dari lubang vaginaku mengalir dan aku mulai jongkok. Kupegang penisnya dan kuarahkan ke mulut lubang kenikmatan itu. Perlahan kuturunkan pinggangku dan... "Aahhh..." kepalanya kugaruk-garukkan di bibir vaginaku sebelum perlahan kumasukkan. Andi terbalik-balik matanya menahan nikmat yang tak terkirakan itu.
Sengaja aku berhenti setelah kepalanya masuk sedikit, dan senut-senut kupermainkan otot bibir vaginaku (ilmu ini kudapat dari si Mbok Inem). Andi merasakan betapa kepala penisnya seakan dipijat-pijat dan dinding bibir vagina itu seolah menyedot dan menghimpit dengan halus. Lekukan bibir vagina itu pas sekali ke kepala penisnya. Dia mencoba mengangkat pinggulnya akan memasukkan lebih dalam dan aku terdiam saja masih jongkok, dan... "Bless..." masuk lagi beberapa inci, dan akhirnya aku duduk di atas pinggang Andi. Pahaku menganga di kiri kanan dengan seksi sekali, dan akhirnya seluruh penis sudah amblas ke dalam lubang vaginaku. Rambut kemaluanku tersibak ke kiri dan ke kanan di antara batang penisnya.
Aku terpejam menikmati betapa panas dan kerasnya batang itu meregangkan seluruh lubangku yang sempit sekali. Agak sakit memang, karena lama sudah tak dikunjungi daging keras itu. Perlahan-lahan kunikmati dan aku mulai menggerakan naik-turun, kemudian teratur aku gerakkan pinggangku ke depan dan ke belakang. Andi pun merasa penisnya seolah-olah diperah dan kepala penisnya terutama. Enak luar biasa, ia mengimbangi dengan gerakan naik-turun juga. Aku sudah seperti penunggang kuda. Buah dadaku tak dilupakan Andi, aku membungkuk sedikit sehingga kedua melonku bisa diremas-remasnya dan... "Niiikmaaatt..." Aku percepat gerakanku dan sekarang aku mulai gerakan penari Hawaii, hanya pinggulku yang bergoyang dan gerakannya memutar lingkaran.
Bersambung...
No comments:
Post a Comment