Aku merasa ada sesuatu yang mendesak-desak di dalam kejantananku dan ingin keluar. Sudah saatnya aku menghentikan permainan ini. Aku mengangguk dan iapun mengangguk sambil memekik panjang,"Ouuwwhh..!"
Aku mengangkat pantatku, berhenti sejenak mengencangkan ototnya dan segera menghunjamkan penisku keras-keras ke dalam vaginanya. Nafasnya seolah-olah terhenti sejenak dan kemudian terdengarlah erangannya. Tubuhnya mengejang dan jepitan kakinya diperketat, pinggulnya naik menjambut penisku. Sejenak kemudian memancarlah spermaku di dalam vaginanya, diiringi oleh jeritan tertahan dari mulut kami berdua.
"Aww.. Aduuh.. Hggkk"
Kami pun terkulai lemas dan tidak berapa lama sudah tidak ada suara apapun di dalam kamar kecuali desah napas yang berkejaran dan berangsur-angsur melemah. Tangannya memeluk erat tubuhku dengan mesra.
Sebentar kemudian Mbak Atik kembali membersihkan penisku dan setelah itu kami mengenakan pakaian. Akhirnya akupun berpamitan pulang setelah mengintip dari balik jendela dan yakin bahwa keadaan di luar aman-aman saja.
Sore hari kulihat anak-anaknya dijemput oleh neneknya, karena memang besok hari libur. Kesempatanku nanti malam untuk bergumul lagi dengan tubuh montok nan aduhai terbuka lebar. Menjelang senja setelah mandi aku berpakaian rapi dengan parfum yang kupakai khusus pada saat tertentu saja. Hanya saja aku tidak mengenakan celana dalam. Adikku yang melihatku tampil rapi keheranan dan bertanya-tanya aku mau ke mana. Aku sengaja tidak memberitahu Mbak Atik sebelumnya biar ada unsur pendadakan dan kejutan. Seperti mau perang saja. Eh tapi ini perang juga kan? Ada meriam, amunisi, gua perlindungan dan perkelahian satu lawan satu.
Aku memutar lewat belakang rumahnya. Pintu belakang terbuka dan setelah kuamati Mbak Atik sedang memasak di dapur. Badannya membungkuk sambil mengaduk sesuatu di dalam panci. Ia hanya mengenakan daster longgar.
Aku masuk, menutup pintu dengan perlahan tanpa menimbulkan bunyi dan dengan berjingkat kudekati dia dari belakang. Setelah dekat tiba-tiba kupeluk dari belakang, tangan kiriku menutup mata dan tangan kananku menutup mulutnya, takut nanti dia berteriak.
"Uuffpphh... Uffpp!"
Ia meronta-ronta dan berusaha membuka tanganku. Kucium telinganya dan kubisikkan,"Tenang Mbak, ini aku"
Perlahan kulepaskan tanganku dari mata dan mulutnya. Ia berbalik dan hendak memukulku dengan sendok sayur yang dipegangnya.
"Kamu ini, bikin kaget saja. Kalau aku tadi teriak gimana? Kamu masuk dari mana?"
"Sorry Mbak, pengen kasih kejutan saja. Kulihat tadi siang anak-anak dijemput neneknya kan? Pintu belakang terbuka, makanya aku langsung masuk saja. Siapa tahu pintu Mbak lainnya terbuka juga"
"Eh, jangan kurang ajar kamu ya! Emangnya saya apaan," katanya datar tanpa ekspresi marah.
"Masak apa Mbak? Baunya harum sekali"
"Lagi bikin rawon, sudah lama nggak makan rawon. Kamu ini yang harum sekali, mau pesiar ke mana?"
"Lho, malam ini saya mau mendaki dua gunung dan berenang di sebuah telaga. Pakai parfum dong, jadi kalau capek dan keringetan bau tubuhku tidak tercium"
"Kamu sudah makan? Kita makan dulu yok!" ajaknya.
Kamipun pergi ke ruang tengah untuk makan. Kami duduk berhadapan di meja makan. Sambil makan kakiku mulai beraksi. Kuangkat dan kutumpangkan di pahanya. Kusingkapkan ujung dasternya dengan ibu jari dan mulai menggesek-gesekkan telapak kakiku ke pahanya. Mbak Atik hanya tersenyum saja dan membiarkan tingkahku. Aku sengaja hanya beroperasi di sekitar paha atasnya saja, tidak sampai masuk ke celah pahanya. Belum saatnya.
Setelah makan kami pindah ke ruang depan dan duduk di karpet menyandar ke sofa sambil nonton TV. Udara malam terasa dingin. Dinginnya angin musim kemarau mulai menusuk kulit. Bedhidhing, mangsa katelu (musim ketiga), menurut kalender Jawa. Mbak Atik bersandar di bahuku. Tanganku dipegangnya dan didekapkan di payudaranya. Sesekali diciumnya leher dan pipiku.
Ia menguap, berdiri dan berjalan ke ruang belakang. Tak lama kemudian ia sudah kembali dengan membawa sloki dan sebotol anggur merah produk lokal.
"Kita minum sedikit ya. Ini sisa peninggalan almarhum. Selama ini kutaruh saja di dalam kulkas, karena aku sendiri bukan peminum. Tapi malam ini rasanya romantis sekali kalau kita minum berdua," katanya sambil menuangkan anggur tadi ke sloki dan meminumnya dalam sekali teguk.
Ia menuang sekali lagi dan memberikan padaku. Kuterima sloki itu dan juga kuhabiskan dalam sekali teguk. Terasa panas di tenggorokanku dan mukaku langsung memerah. Aku memang bukan peminum berat, just social drinker. Lampu ruangan dimatikannya sehingga kini hanya cahaya dari TV yang menerangi ruangan.
Sambil duduk dan nonton TV kami minum lagi. Aku sadar harus tetap bisa mengontrol diri agar tidak sampai mabuk. Setelah tiga sloki masuk ke mulutku, maka kusingkirkan botol ke meja kecil. Kurasa acara pendahuluan sudah cukup dan kini menjelang acara inti.
Mbak Atik menggeser tubuhnya semakin merapat ke tubuhku. Mukanya merah akibat terkena pengaruh alkohol. Tangannya mengusap pahaku dan berseser ke atas sampai mengenai penisku. Tangannya bergerak-gerak di sekitar pangkal pahaku, mungkin memastikan aku tidak memakai celana dalam. Suasana mulai panas dan akhirnya dengan satu gerakan ia menarik ritslutiting celanaku dan langsung menyusupkan tangannya ke dalam celanaku. Penisku yang mulai berdiri langsung dipegang dan dipijitnya.
Akupun tidak sabar lagi ingin segera merasakan kehangatan tubuhnya. Kubuka dasternya dan tangannya membuka bajuku. Aku berbaring di karpet dengan tetap memakai celana panjangku. Mbak Atik yang tinggal memakai pakaian dalam naik dan menindih tubuhku. Tangannya mengusap-usap bulu dadaku dan bibirnya menjelajahi leher, dagu, pipi dan kemudian berhenti di bibirku dengan sebuah ciuman yang panas. Aku membalas ciumannya dengan penuh gairah.
Kubuka BH-nya dan kusambut kedua payudaranya dengan ciuman, isapan, rabaan dan remasan lembut. Ia mengelinjang dan napasnya mulai terdengar tertahan. Tangannya kembali meraba dan meremas penisku. Dibukanya ikat pinggangku dan dengan jari kakinya ia menarik dan melepaskan celanaku. Aku sudah dalam keadaan bugil. Penisku berdiri tegak dalam genggaman tangannya.
Aku bergeser dan mencium tengkuknya. Kulepaskan badannya dari atasku ke samping dan kini ia berbaring dalam posisi tengkurap. Kususupkan tanganku di bawah dadanya dan kuremas buah dadanya perlahan. Kuciumi tengkuk, leher belakang dan kujilati sekujur punggungnya. Ia mendesis lirih, kepalanya mendongak, tangannya bergerak ke belakang dan meremas rambutku.
"Sebentar Mbak. Lepaskan dulu," kataku samil berdiri dan menuju ruang yang dipakai untuk salon.
Kuambil botol body lotion dan kembali kepadanya. Ia keheranan dan menatapku dengan mata sayu. Kucium bahunya dengan lembut dan kubisikkan, "Aku mau mijitin Mbak dulu. Gantian, tadi pagi aku sudah dipijit. Celananya dibuka saja Mbak"
"Hmmhh..." katanya sambil menaikkan dan menggoyangkan pinggulnya memberi kode agar aku yang membukakannya.
Kuusap pinggulnya dan kutarik ban celana dalamnya perlahan-lahan. Kini ia menyusulku berbugil ria. Aku menuangkan sedikit body lotion dan mulai mengurut punggungnya.
"Enak To. Kamu pintar mengurut juga"
Kadang memang teman-teman kos-ku minta bantuanku untuk sekedar memijit punggung atau mengerik kalau masuk angin. Tanganku mengurut sekujur punggung, pantat, kaki dan betisnya. Kadang dengan nakal kugelincirkan tanganku ke samping dan memijit pangkal payudaranya. Mbak Atik hanya tersenyum dan mendesah saja.
Pada saat posisiku duduk di belakang pantatnya kukocok penisku sebentar sampai keras dan kusisipkan di celah pahanya. Tangannya segera bergerak ke belakang dan mencoba membantu untuk memasukkan ke vaginanya. Aku belum bermkasud untuk penetrasi, hanya sekedar menghangatkan suasana saja. Makanya begitu kepala penisku terasa sudah membuka bibir vaginanya aku menghentikannya dan cuma mengkontraksikannya beberapa kali kemudian kucabut lagi.
Mbak Atik mau memprotes, namun aku sudah mulai memijat punggungnya lagi.
"Sabar Mbak, nanti juga kuberikan sampai habis," kataku.
Setelah lima menit kemudian, "Sudah Mbak, berbalik! Bagian depan depan mau dipijit atau tidak?" kataku.
Ia berguling membalikkan badannya. Aku menelan ludah melihat pemandangan di depanku. Buah dadanya yang bulat besar, pahanya yang mulus dengan hiasan padang rummput tebal mengelilingi sebuah telaga.
"Jangan melamun, ayo pijit. Nanti saja upahnya. Pokoknya ditanggung beres dan puas" Ia menarik tanganku ke buah dadanya.
Aku mulai melakukan pijatan-pijatan ringan dari pangkal payudaranya bergerak ke arah puting, tetapi tanpa menyentuh putingnya. Ia memejamkan mata dan menggigit bibirnya. Aku sengaja tidak memakai body lotion lagi, karena nanti sekujur perut, dada dan leher akan menjadi sasaran lidahku. Kubuat gerakan halus melingkar di sekitar pangkal payudaranya.
Kutangkupkan telapak tanganku di dadanya dan mulai meremasnya dengan gerakan memutar. Mbak Atik menggoyangkan kepalanya, kakinya perlahan membuka. Sebelah kakinya diangkat terlipat dan menekan karpet. Ketika pijatanku bergeser ke arah pundaknya, ia membuka matanya lalu menangkap tanganku dan memeluk leherku.
"Sudah To. Cukup. Aku tak sabar lagi..!"
Bersambung . . . .
No comments:
Post a Comment